all about Architecture, Urban design, Social Life and many more

all about Architecture, Urban design, Social Life and many more
Taman Sari Picture

Senin, 12 September 2011

Penerapan T = W – D (menurut pendapat saya di Indonesia)

Indonesia mempunyai iklim tropis dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi. Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub- tropis yang dapat mencapai 60% dari total konsumsi energi. Laju pertumbuhan pemakaian energi di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun rata-rata mencapai  7% per tahun. Di Indonesia, bagian terbesar dari energi yang digunakan berasal dari energi fosil yang tidak dapat diperbaharui dalam bentuk minyak bumi, batu bara dan gas alam yang dibakar untuk memproduksi listrik maupun untuk menjalankan mesin-mesin produksi. Pola konsumsi energi primer untuk sektor rumah tinggal di Indonesia lebih banyak digunakan untuk konsumsi memasak, jika dilihat dari laju konsumsi energi listrik (7%), dengan asumsi bahwa 50 % dari kebutuhan energi lebih terserap pada sektor bangunan. 
Pemborosan energi juga terjadi karena AC, rumah kurang cahaya alami, aliran udara tidak lancar, pohon peneduh kurang, serta makin banyak barang, termasuk makanan, diolah dan dikemas berlebihan. Setiap tahap pengolahan dan pengemasan menggunakan energi. Dapat di lihat pada jurnal yang berkaitan dengan polusi udara terbesar adalah kendaraan, http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/viewArticle/15783.
Faktor keamanan juga merupakan penentu kenyamanan, keamanan dapat diartikan sebagai rasa aman untuk berlindung. Manusia perlu berlindung dari faktor alam yang mengganggu seperti bencana gempa, banjir, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, dan lain-lain. Kebutuhan akan rasa aman sangat diperlukan terutama bagi manusia yang melakukan aktivitas disebuah bangunan. Maka, keamanan untuk bangunan sangat penting diperhatikan, seperti dari jenis dan tipe struktur (pondasi,balok dan kolom), penentuan jenis materialnya dan lain sebagainya. Pertimbangan dalam penentuan bahan bangunan dapat dilihat pada link http://repository.gunadarma.ac.id/546/1/Gagoek_Hardiman.pdf. 
Kenyamanan thermal sangat dibutuhkan oleh tubuh agar manusia dapat beraktivitas dengan baik. Untuk menciptakan kenyamanan termal di suatu tempat tertentu, terlebih dahulu harus mengetahui kondisi-kondisi lingkungan di suatu tempat yang akan kita rancang kondisi termalnya. Selain itu juga harus menetapkan standar kenyamanan termal yang akan dirancang, agar hasil perancangannya terlalu dingin, atau sebaliknya kepanasan. Kondisi-kondisi lingkungan yang harus diketahui sebelum melakukan perancangan, diantaranya : Temperatur dry bulb, temperatur wet bulb, kelembaban relative, faktor geografis letak bangunan juga berpengaruh ke kondisi lingkungan.
Massa bangunan yang berjejal, berhimpitan dengan bangunan yang lain mempengaruhi sirkulasi udara sekitarnya. Akibat perkembangan pembangunan kota ataupun bangunan ke arah vertikal dan jarak antar bangunan yang semakin sempit, menyebabkan sirkulasi udara dan pencahayaan terganggu. Pengkondisian lingkungan didalam bangunan secara arsitektural dapat mempertimbangkan  perletakan bangunan, seperti halnya orientasi bangunan, elemen arsitektur, elemen lansekap, dan material/bahan bangunan. Lihat pada http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15895/1/sti-jul2005-%20%2826%29.pdf,     halaman 151-157. Kriteria untuk kenyamanan thermal, visual dan audio yang perlu dicapai lihat pada link  berikut ini http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/jou/ars4/2003/jiunkpe-ns-jou-2003-84-023-514-energy-resource1.pdf , halaman 47.
Suhu udara dan tingkat kelembaban yang tinggi (T>28°C, RH >70%) di daerah tropis lembab merupakan suatu kendala untuk mendapatkan kenyamanan. Namun hal ini dapat diatasi dengan penciptaan aliran udara di dalam ruangan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sirkulasi udara di dalam ruangan tidak hanya ditentukan oleh kecepatan udara eksterior tetapi juga oleh penempatan element design arsitektur. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari design arsitektur suatu bangunan berventilasi alamiah dalam tercapainya situasi nyaman. Beberapa alternative design arsitektur seperti keberadaan balkon dan penataan tata ruang interior yang dirancang. Ini menunjukan bahwa keberadaan balkon dan penataan interior mempunyai peranan yang signifikan dalam usaha memperbaiki kondisi kenyamanan thermal di dalam ruangan, akan tetapi hal tersebut tidaklah selalu membutuhkan kecepatan udara yang tinggi.
Kenyamanan secara visual juga berkaitan dengan sistem pencahayaan. Sistem pencahayaan sangat penting diperhatikan pada bangunan perkantoran guna meningkatkan produktifitas dan kenyamanan saat bekerja. Sistem pencahayaan meliputi sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan buatan. Penggunaan tipe iluminasi/kuat cahaya  dan jenis lampu dapat disesuaikan dengan fungsi ruangan yang ada.
Penerapan Throughput pada sistem habitat berkelanjutan di Indonesia adalah pembangunan berkelanjutan dengan mengurangi kerusakan lingkungan, dengan mempertahankan tingkat optimal kualitas hidup modern. Sebuah bangunan memiliki kehidupan sendiri siklus, yang dimulai dengan perencanaan, maka konstruksi, operasi, perbaikan dan berakhir untuk pembongkaran. Kedua, pengurangan konsumsi energi dan pemesanan sumber daya melalui siklus hidup sangat diperlukan untuk pembangunan dan pemeliharaan gedung. Di sisi lain, dalam rancang bangunan, telah terdapat pergeseran pendekatan, dari pendekatan membatasi dampak (pendekatan bangunan berkinerja tinggi) ke pendekatan netral (yang sekarang umumnya dimaksudkan adalah hijau atau berkelanjutan).
Faktor-faktor desain energi meliputi tapak, lay out, orientasi bangunan, bentuk bangunan, fasade bangunan elemen bangunan dan utilitas bangunan lihat halaman 46-47 link berikut ini yang menjelaskan bagaimana faktor-faktor desain tersebut, http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/jou/ars4/2003/jiunkpe-ns-jou-2003-84-023-514-energy-resource1.pdf. Perancangan bangunan yang bertitik tolak pada konsep sadar energi akan mereduksi penggunaan energi pada masa operasionalnya. Contoh kasus strategi desain bangunan untuk perumahan dan komersial pada halaman 48-49 link http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/jou/ars4/2003/jiunkpe-ns-jou-2003-84-023-514-energy-resource1.pdf

Salah satu faktor persaingan itu adalah kenyamanan kota atau sebuah bangunan sebagai tempat bermukim, dalam sebuah pemahaman mencakup tersedianya pekerjaan serta hunian yang layak, yang secara terukur direncanakan dan dilaksanakan secara bertahap untuk semua lapisan masyarakat. Untuk menghadapi habitat dan habitus yang berubah, prinsipnya sederhana dan berlaku untuk semua hal, ialah pertama-tama efisiensi penggunaan energi. Misalnya mengganti mobil besar dengan mobil kecil, atau sepeda motor. Kedua, mengurangi atau meniadakan penggunaan energi sama sekali pada kegiatan-kegiatan tertentu. Misalnya belanja di toko dekat rumah. Ketiga, mengganti energi fosil dengan energi terbarukan. Atau naik sepeda sebagai pengganti naik kendaraan bermotor. 

Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik.

Perancangan bangunan hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif. Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar. Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya.

Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: serta sebagian besar bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

 Sumber :
 http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/viewArticle/15783
http://repository.gunadarma.ac.id/546/1/Gagoek_Hardiman.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15895/1/sti-jul2005-%20%2826%29.pdf 
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/jou/ars4/2003/jiunkpe-ns-jou-2003-84-023-514-energy-resource1.pdf 


 
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT