Bagaimana dengan pendapat Anda tentang Desa Wisata alias DeWi? Apa yang sekiranya menarik dari Study Kasus Desa Wisata ini? Kebetulan saya bingung untuk mencari judul tugas Studio Design Lanjut ini. Asal muasal adalah karena iseng jalan-jalan di sekitar Bantul. Sekaligus melepas penat karena tugas kuliah yang padat.
Pertama saya mengunjungi Rumah Budaya Tembi. Melihat home stay, museum serta sajian kulinernya. Wow, bangunan Joglo yang berada di halaman depan, Museum di area belakang,Bale Dokumentasi, Bale Rupa serta Bale Karya, ada arena belajar untuk melukis, menari, untuk meeting room. Rumah Budaya Tembi pun bisa disewakan untuk acara pernikahan. Wah, saya berpikir lagi. Bagaimana dengan kebutuhan parkir untuk pengunjung tamu ya? Jika undangan yang disebar 200 tamu, sebagian besar ada yang menggunakan mobil, misalnya. Apakah area parkir bisa menampung sebanyak itu? Kelihatannya tidak memadai untuk kapasitas parkirnya.
Lanjut ke area berikutnya, ke area home Stay atau Bale Inap, rate untuk menginap sangat bervariasi mulai dari harga Rp.425.000; hingga Rp 697.950; Harga yang sempadan dengan sajian alam yang tenang, dekat dengan areal persawahan. Apalagi dengan tambahan fasilitas kolam yang hanya ada di Bale Polaman. Sajian kuliner yang ekstrim adalah oseng-oseng burung emprit dan olahan tupai. Mata dan otak saya berpikir ribuan kali untuk memesan makanan tersebut. Finally, tidak tega makan satwa yang imut-imut. Pilihan jatuh pada pecel lele, sayur asem, tempe goreng, tahu susur serta nasi kucing belut. Menyantap makanan dengan lahap dan pikiran saya terbuai oleh hembusan angin yang sepoi-sepoi menerpa wajah.
Untuk Kedua kalinya, saya datang ke Bantul lagi. Kunjungan berikutnya adalah Desa Wisata Tembi. Setelah menuju ke desa tersebut, mengikuti jalur yang sudah disediakan oleh Pengelola, akhirnya bertemu dengan Pengelola DeWi Tembi, Pak Dawud. Ada stand pameran kulit, dengan hasil karya tas, dompet, tempat make up, tisu, pigura foto dan lain sebagainya. Rupanya ada stand batik tulis juga, motif serta warna menjadi pilihan yang menarik bagi saya. Tak rugi jika Anda berkunjung ke Desa Wisata ini. Well, membeli beberapa kerajinan yang bisa dibilang terjangkau untuk isi kantong Anda.
Setelah melihat-lihat batik, baru saya bertemu dengan Pak Dawud. Saya bercerita tentang maksud dan tujuan saya datang ke Desa Wisata ini. Pak Dawud mulai bercerita tentang sejarah dibangunnya desa wisata ini. Diajaknya saya berkeliling ke Home Stay Tembi di sekitar rumahnya. Sayang, keindahan Desa ini dirusak oleh banyaknya sampah yang berada di sekitar saluran air. Juga beberapa peralatan atau perlengkapan yang dibiarkan begitu saja di sebelah Home Stay. Dan beberapa bangunan pendopo tak terawat, dibiarkan terbuka begitu saja. Akibatnya, debu dan kotoran mudah masuk dan menempel di bagian struktur penyangga, lantai serta atap hingga jendela pendopo. Sepertinya tidak ada orang yang membersihkan dan merawat pendopo tersebut. Jalanan becek di area pintu masuk. Nampaknya kapasitas area parkir motor dan mobil sangat kurang. Bagaimana dengan parkir bus, misalnya? Tak mungkin bus masuk di pedesaan, mengingat lebar jalan hanya muat untuk 1 sepeda motor dan 1 mobil. Akses masuk ke Desa Wisata juga terhalang oleh beberapa pohon yang ada di area masuk desa. Yah, ini masih jauh dibilang kurangnya fasilitas wisata yang memadai.
Pertama saya mengunjungi Rumah Budaya Tembi. Melihat home stay, museum serta sajian kulinernya. Wow, bangunan Joglo yang berada di halaman depan, Museum di area belakang,Bale Dokumentasi, Bale Rupa serta Bale Karya, ada arena belajar untuk melukis, menari, untuk meeting room. Rumah Budaya Tembi pun bisa disewakan untuk acara pernikahan. Wah, saya berpikir lagi. Bagaimana dengan kebutuhan parkir untuk pengunjung tamu ya? Jika undangan yang disebar 200 tamu, sebagian besar ada yang menggunakan mobil, misalnya. Apakah area parkir bisa menampung sebanyak itu? Kelihatannya tidak memadai untuk kapasitas parkirnya.
Lanjut ke area berikutnya, ke area home Stay atau Bale Inap, rate untuk menginap sangat bervariasi mulai dari harga Rp.425.000; hingga Rp 697.950; Harga yang sempadan dengan sajian alam yang tenang, dekat dengan areal persawahan. Apalagi dengan tambahan fasilitas kolam yang hanya ada di Bale Polaman. Sajian kuliner yang ekstrim adalah oseng-oseng burung emprit dan olahan tupai. Mata dan otak saya berpikir ribuan kali untuk memesan makanan tersebut. Finally, tidak tega makan satwa yang imut-imut. Pilihan jatuh pada pecel lele, sayur asem, tempe goreng, tahu susur serta nasi kucing belut. Menyantap makanan dengan lahap dan pikiran saya terbuai oleh hembusan angin yang sepoi-sepoi menerpa wajah.
Untuk Kedua kalinya, saya datang ke Bantul lagi. Kunjungan berikutnya adalah Desa Wisata Tembi. Setelah menuju ke desa tersebut, mengikuti jalur yang sudah disediakan oleh Pengelola, akhirnya bertemu dengan Pengelola DeWi Tembi, Pak Dawud. Ada stand pameran kulit, dengan hasil karya tas, dompet, tempat make up, tisu, pigura foto dan lain sebagainya. Rupanya ada stand batik tulis juga, motif serta warna menjadi pilihan yang menarik bagi saya. Tak rugi jika Anda berkunjung ke Desa Wisata ini. Well, membeli beberapa kerajinan yang bisa dibilang terjangkau untuk isi kantong Anda.
Setelah melihat-lihat batik, baru saya bertemu dengan Pak Dawud. Saya bercerita tentang maksud dan tujuan saya datang ke Desa Wisata ini. Pak Dawud mulai bercerita tentang sejarah dibangunnya desa wisata ini. Diajaknya saya berkeliling ke Home Stay Tembi di sekitar rumahnya. Sayang, keindahan Desa ini dirusak oleh banyaknya sampah yang berada di sekitar saluran air. Juga beberapa peralatan atau perlengkapan yang dibiarkan begitu saja di sebelah Home Stay. Dan beberapa bangunan pendopo tak terawat, dibiarkan terbuka begitu saja. Akibatnya, debu dan kotoran mudah masuk dan menempel di bagian struktur penyangga, lantai serta atap hingga jendela pendopo. Sepertinya tidak ada orang yang membersihkan dan merawat pendopo tersebut. Jalanan becek di area pintu masuk. Nampaknya kapasitas area parkir motor dan mobil sangat kurang. Bagaimana dengan parkir bus, misalnya? Tak mungkin bus masuk di pedesaan, mengingat lebar jalan hanya muat untuk 1 sepeda motor dan 1 mobil. Akses masuk ke Desa Wisata juga terhalang oleh beberapa pohon yang ada di area masuk desa. Yah, ini masih jauh dibilang kurangnya fasilitas wisata yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT