Asal-usul
sejarah
Sebelum
kedatangan orang-orang Portugis di Indonesia pada tahun 1511, Orang Tionghoa
lebih dulu berlayar dari Tiongkok
Selatan ke Pulau Jawa. Menurut Peter Carey (1985: p.86), mengatakan bahwa awal
abad ke -14 telah ada pemukiman koloni orang-orang Tionghoa di pinggir pantai Pulau
Jawa. Kedatangan orang Tionghoa di Pantai Timur Laut Jawa Tengah adalah awal
pusat perdagangan di Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia.
Pedagang-pedagang Tionghoa membawa porselen dan sutra untuk kemudian ditukar
dengan bahan makanan mentah, berupa beras dan hasil pertanian lainnya. Pecinan adalah sebutan bagi pemukiman
orang Tionghoa.
Seiring berjalannya waktu hingga
pada abad ke 15, penyebaran agama Islam dilakukan oleh pedagang Pribumi dan
Raden Patah mulai mendirikan kerajaan Kesultanannya. Hingga tahun 1595-1596,
orang Belanda berlayar melewati Semenanjung Harapan di Afrika Selatan, dengan
membeli rempah-rempah dan membawa hasil rempah tersebut ke negara Eropa. Lalu
kemudian orang Belanda mendirikan VOC (Vereenigde
Oost-Indische Compagnie) pada tahun 1602
di Ambon, dengan meluasnya area jajahan yang dikuasai oleh Belanda, maka
diputuskanlah kota Jayakarta (sekarang Jakarta) menjadi Markas Batavia.
Awal abad ke 19, VOC bangkrut,
sebagai gantinya Belanda mendirikan Pemerintahan Hindia-Belanda dengan ibukota
Batavia. Tahun 1740, Pemerintah Belanda melakukan larangan bagi para Imigran
Tiongkok untuk datang ke Indonesia, dan merekka segera dideportasikan ke Ceylon
dan Semenanjung Harapan. Orang-orang
Tionghoayang datang ke Indonesia melalui Tiongkok Selatan ke Pulau Jawa, adalah
orang-orang yang tidak puas karena Rezim Ching dari Dinasti Manchu. Akibat
buruknya perlakuaan tentara Belanda terhadap kaum Tionghoa kala itu,
mereka pun pindah ke wilayah Timur Laut
Jawa Tengah.
Menurut Raffles (1988: p.62), dikatakan bahwa pada awal
abad ke 19, populasi orang Tionghoa di TimurLaut Jawa Tengah tidak melebihi
4.819 jiwa yang tersebar di delapan kabupaten.
Jumlah ini sama dengan 0,98% dari populasi penduduk keseluruhan. Dan
menurut G. William Skinner (1979: p.7),
di delapan kabupaten ini terdapat sebelas pecinan. Hampir semua orang Tionghoa
pada waktu itu adalah kelompok Hokkien yang datang dari Provinsi Fukien.
Persaingan perdagangan juga mulai memanas, mana kala
pihak Belanda menjadi pihak golongan kelas atas, orang Tionghoa golongan kelas
menengah bawah dan Orang Pribumi menempati kelas menengah bawah. Hal inilah
yang memicu persaingan antar Orang Pribumi dengan Orang Tionghoa yang
menjadikan Belanda sebagai mitra dalam perdagangan Candu. Muncullah kerusuhan
anti Tionghoa pada tahun 1912.
Keadaan mulai berubah mana kala Indonesia merdeka pada
tahun 1945, tepatnya pada tanggal 17 Agustus. Hal ini menimbulkan kebingungan
bagi para tentara Belanda yang tinggal di Indonesia, apakah mereka akan kembali
ke negara asal mereka, atau tetap tinggal di Indonesia menjadi warga negara.
Tentara Belanda memilih kembali ke Negara Belanda. Bangunan-bangunan kolonial
Belanda mulai diambil oleh Pihak Pemerintah Indonesia dan dipergunakan sebagai
bangunan kantor pemerintahan, bangunan militer, bangunan sekolah dan yang
lainnya dibiarkan kosong begitu saja.
Kondisi Orde Baru ini menguntungkan pihak Tionghoa yang
mengambil alih perdagangan pihak Belanda, termasuk perdagangan ekspor dan
impor, berasimilasi dengan kebudayaan penduduk Pribumi. Menurut Joel Kotkin
(1993: p.180) dikatakan dalam bukunya “Tribes, How Race and Relogion, and Identity
Determine Success in the New Global Economy” , bahwa pada awal tahun
1990-an jumlah ornag Tionghoa mencapai 5% dari jumlah penduduk Indonesia secara
keseluruhan. Tetapi jumlah yang kecil ini menguasai aset ekonomi nasional
sebesar 75% dan Pecinan selalu menjadi pusat kota dimana daerah perdagangan
berada.
Sumber Pustaka :
Carey, Peter. 1985. Orang
Jawa dan Masyarakat Cina. Jakarta : Pustaka Azet.
Kotkin, Joel. 1993. Tribes,
How Race and Relogion, and Identity Determine Success in
The New Global Economy. New York : Random
House.
Pratiwo. 2010. Arsitektur
Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota. Yogyakarta :
Penerbit Ombak.
Raffles, Thomas Stanford. 1988. The History of Java. Singapore : Oxford University
Press.
Skinner, G. William. 1979. Golongan
Minoritas Tionghoa. Jakarta :
Leknas-LIPI dan
Yayasan Obor
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT