all about Architecture, Urban design, Social Life and many more

all about Architecture, Urban design, Social Life and many more
Taman Sari Picture

Selasa, 26 Februari 2013

“ ASAL-USUL SEJARAH ORANG TIONGHOA “


Asal-usul sejarah

                Sebelum kedatangan orang-orang Portugis di Indonesia pada tahun 1511, Orang Tionghoa lebih dulu  berlayar dari Tiongkok Selatan ke Pulau Jawa. Menurut Peter Carey (1985: p.86), mengatakan bahwa awal abad ke -14 telah ada pemukiman koloni orang-orang Tionghoa di pinggir pantai Pulau Jawa. Kedatangan orang Tionghoa di Pantai Timur Laut Jawa Tengah adalah awal pusat perdagangan di Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia. Pedagang-pedagang Tionghoa membawa porselen dan sutra untuk kemudian ditukar dengan bahan makanan mentah, berupa beras dan hasil pertanian lainnya. Pecinan adalah sebutan bagi pemukiman orang Tionghoa.
            Seiring berjalannya waktu hingga pada abad ke 15, penyebaran agama Islam dilakukan oleh pedagang Pribumi dan Raden Patah mulai mendirikan kerajaan Kesultanannya. Hingga tahun 1595-1596, orang Belanda berlayar melewati Semenanjung Harapan di Afrika Selatan, dengan membeli rempah-rempah dan membawa hasil rempah tersebut ke negara Eropa. Lalu kemudian orang Belanda mendirikan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada tahun 1602  di Ambon, dengan meluasnya area jajahan yang dikuasai oleh Belanda, maka diputuskanlah kota Jayakarta (sekarang Jakarta) menjadi Markas Batavia.
            Awal abad ke 19, VOC bangkrut, sebagai gantinya Belanda mendirikan Pemerintahan Hindia-Belanda dengan ibukota Batavia. Tahun 1740, Pemerintah Belanda melakukan larangan bagi para Imigran Tiongkok untuk datang ke Indonesia, dan merekka segera dideportasikan ke Ceylon dan Semenanjung Harapan.  Orang-orang Tionghoayang datang ke Indonesia melalui Tiongkok Selatan ke Pulau Jawa, adalah orang-orang yang tidak puas karena Rezim Ching dari Dinasti Manchu. Akibat buruknya perlakuaan tentara Belanda terhadap kaum Tionghoa kala itu, mereka  pun pindah ke wilayah Timur Laut Jawa Tengah.
Menurut Raffles (1988: p.62), dikatakan bahwa pada awal abad ke 19, populasi orang Tionghoa di TimurLaut Jawa Tengah tidak melebihi 4.819 jiwa yang tersebar di delapan kabupaten.  Jumlah ini sama dengan 0,98% dari populasi penduduk keseluruhan. Dan menurut  G. William Skinner (1979: p.7), di delapan kabupaten ini terdapat sebelas pecinan. Hampir semua orang Tionghoa pada waktu itu adalah kelompok Hokkien yang datang dari Provinsi Fukien.
Persaingan perdagangan juga mulai memanas, mana kala pihak Belanda menjadi pihak golongan kelas atas, orang Tionghoa golongan kelas menengah bawah dan Orang Pribumi menempati kelas menengah bawah. Hal inilah yang memicu persaingan antar Orang Pribumi dengan Orang Tionghoa yang menjadikan Belanda sebagai mitra dalam perdagangan Candu. Muncullah kerusuhan anti Tionghoa pada tahun 1912.
Keadaan mulai berubah mana kala Indonesia merdeka pada tahun 1945, tepatnya pada tanggal 17 Agustus. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi para tentara Belanda yang tinggal di Indonesia, apakah mereka akan kembali ke negara asal mereka, atau tetap tinggal di Indonesia menjadi warga negara. Tentara Belanda memilih kembali ke Negara Belanda. Bangunan-bangunan kolonial Belanda mulai diambil oleh Pihak Pemerintah Indonesia dan dipergunakan sebagai bangunan kantor pemerintahan, bangunan militer, bangunan sekolah dan yang lainnya dibiarkan kosong begitu saja.
Kondisi Orde Baru ini menguntungkan pihak Tionghoa yang mengambil alih perdagangan pihak Belanda, termasuk perdagangan ekspor dan impor, berasimilasi dengan kebudayaan penduduk Pribumi. Menurut Joel Kotkin (1993: p.180)  dikatakan dalam bukunya “Tribes, How Race and Relogion, and Identity Determine Success in the New Global Economy” , bahwa pada awal tahun 1990-an jumlah ornag Tionghoa mencapai 5% dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Tetapi jumlah yang kecil ini menguasai aset ekonomi nasional sebesar 75% dan Pecinan selalu menjadi pusat kota dimana daerah perdagangan berada.

Sumber Pustaka :
Carey, Peter. 1985. Orang Jawa dan Masyarakat Cina. Jakarta : Pustaka Azet.
Kotkin, Joel. 1993. Tribes, How Race and Relogion, and Identity Determine Success in
         The New Global Economy. New York : Random House.
Pratiwo. 2010. Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota. Yogyakarta :
         Penerbit Ombak.
Raffles, Thomas Stanford. 1988. The History of Java. Singapore : Oxford University
         Press.
Skinner, G. William. 1979. Golongan Minoritas Tionghoa. Jakarta :  Leknas-LIPI dan
         Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT