Sampah
merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktivitas manusia
pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding
dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang/material yang digunakan
sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis
material yang dikonsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas
juga dari ‘pengelolaan’ gaya
hidup masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Pada umumnya, sebagian besar
sampah yang dihasilkan di Indonesia
merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh
karena itu pengelolaan sampah yang ter-desentralisisasi sangat membantu dalam
meminimalisir sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada
prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan
sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak
berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat.
Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di
Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan
berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang
masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan
mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW,
dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat
diturunkan/dikurangi. Sampah yang dibuang harus dipilah,
sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal,
daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada
saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka
untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk
semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang
tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa
dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari
bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan
kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah
yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang
untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem
daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan. Program-program sampah kota
harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin
dibuat sama dengan kota
lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak
begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di
negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum
dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan
suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan
peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan
sampah di negara berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT