oleh Ratih Dyah A, ST., MT
Romo Mangunwijaya
Siapa yang tak kenal dengan sosok Romo yang satu ini? Ia menjadi idola di kalangan masyarakat, baik para arsitek, sejarahwan, pemuka agama, dan tak lupa kalangan masyarakat miskin. Sesosok romo yang memiliki nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. Pria kelahiran 6 Mei 1929, Ambarawa, Semarang. Namun, ia lebih populer disebut dengan nama "Romo Mangun". Romo Mangun adalah anak dari pasangan Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah. Pendidikan pertama Romo jalani di HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan-Magelang dari tahun 1936-1943. Lalu Romo melanjutkan pendidikannya di STM Jetis, Yogyakarta pada tahun 1943-1947 dan Sekolah Menengah Umum B-Santo Albertus, Malang pada tahun 1948-1951. Romo pun melanjutkan pendidikan Seminari Menengah Kota Baru, Yogyakarta dan Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang. Tak lupa Romo mengenyam kembali pendidikan arsitektur di ITB pada tahun 1959. Tak puas menimba ilmu ia kemudian melanjutkan ke Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, di Jerman pada tahun 1960.
Romo Mangun dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela masyarakat miskin/kecil. Romo gigih dalam memperjuangkan kemanusiaan. Ia menuangkannya dalam kata-kata berupa tulisan dalam artikel, dan terkadang ia melakukannya dalam tindakan praksis melalui pembelaannya pada kaum lemah miskin, tertindas. Romo mangun juga mengeluarkan beberapa buku, salah satunya adalah buku berjudul 'Impian dari Yogyakarta'.
Bukti sikap Humanisnya terlihat saat Romo membela masyarakat miskin di Bantaran Sungai Code, Yogyakarta. Dalam pelaksanaan proyek sungai code, program tribina yang lebih diarahkan kepada pembentukan Kampung Kolektif yaitu Komunitasnya, bukan individu-individu. Terbukti dari berbagai karya arsitekturnya hampir semua bangunan yang Romo Mangun design berfungsi untuk kepentingan masyarakat. Beberapa karya arsitekturnya menonjolkan kekuatan sosial budaya dan lokalitas sebagai akar proses berdesain. Beberapa karya arsitektural Romo Mangun antara lain Komplek Sendang Sono, Gedung Keuskupan Agung Semarang, Gedung Bentara Budaya Jakarta, Gereja Katolik jetis Yogyakarta. Penataan Kali Code Yogyakarta yang dilakukan oleh sang Romo mendapatkan Award, yaitu The Aga Khan Award for Architecture (1992). Dan selang 3 tahun, sang Romo mendapatkan penghargaan dari Stockholm, Swedia yaitu The Ruth and Ralph Erskine Fellowship Award pada kategori arsitektur demi rakyat yang tak diperhatikan.
Visi hidup seorang Romo Mangun yang terbangun dari pengalaman yang mengubahkan. Romo Mangun mengalami dua kali repture yaitu di bidang Agama dan Kesadaran Kolektif. Pengalaman-pengalaman otentik serta makna refleksi kembali yang Romo dalami membawa Romo hidup dengan kaum miskin. Romo mendampingi mereka membuat sesuatu untuk memajukan hidupnya. Realita yang seperti itu membuat sang Romo memperbaiki pembangunan total manusia dengan membawa dua misi kebudayaan, yaitu yang pertama adalah penyadaran penduduk kampung code (khusus) dan masyarakat luas (umum) dan yang kedua memberikan dirinya sebagai contoh.
Sebagian informasi dikutip melalui Buletin Sosiologi, Urban Problems : Mangunwijaya "membangun tanpa menggurui', Edisi Juli 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya mengharapkan Anda untuk memberikan komentar di Blog saya, baik saran, kritik dan masukan. Kiranya dapat membantu saya dalam membuat isi topik di blog saya menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih,
salam saya Ratih Dyah A, MT